Sabtu, 09 Mei 2015

Cinta bagi Seorang Muslimah

Cinta itu memikirkan yang dicintai, bukan hanya kemarin dan kini, tapi nanti. Ada hal yang jelas harus dipersiapkan, mana yang boleh dilakukan dan mana yang harus dihindari. Bila laki-laki, ia harus tahu arah saat hendak melangkah. Bila perempuan, seharusnya tahu bagaimana bertingkah.

Setiap muslimah tentu saja menginginkan laki2 yang bertanggungjawab, yang menghargai kelebihan kebaikannya, dan memaafkan kealphaan kekurangannya. Muslimah mana yang tidak menginginkan laki2 berbudi pekerti baik hati, tinggi iman dan lulus amal? Muslimah selalu menanti laki2 elok akhlak, paras dan rasa; yang memliki kelembutan dengan anaknya, dengan istrinya ia mesra. Muslimah mana yang tidak mendambakan lelaki yang bisa mengawalnya dari api neraka dan membimbingnya menuju surga Allah?
Lelaki mana yang tidak suka dengan wanita yang cerdik, cendekia dan berparas menawan, yang lisannya seanggun geraknya? Lelaki yang baik pasti menyukai wanita yang lemah lembut dan santun, pintar membahagiakan suami dengan masakan dan perhatian, tidak tamak hatra dan selalu menjaga kehormatan. Lelaki mana yang tidak memimpikan wanita yang mendukungnya dalam kebaikan dan mengeluarkan kebaikannya, dirindukan bila ditinggalkan dan menyenangkan bila berjumpa?

Sialnya kita hidup di jaman kapitalisme yang mengajarkan laki2 dan wanita masa kini untuk memperhatikan fisik bukan isi; memperhatikan badan bukan iman. Kapitalisme sukses menjadikan materialistik sebagai tujuan tertingi. Maka, hedonisme anak kandung kapitalisme sukses menjadikan laki2 hanya peduli kenikmatan sampai batas kulit. Wajar bila sekarang kita melihat di mana - mana laki2 menjadi miskin tanggungjawab dan fakir komitmen. Bila laki2 tidak lulus tanggungjawab dan komitmen, mereka lah yag akhirnya masuk jurusan PACARAN.

Cinta disempitkan dalam artian pacaran, terbatas pada rayuan palsu dan gandengan tangan. Padahal pendamping yang saleh tiada pernah didapatkan dari proses pacaran, karena kesalehan dan kebatilan jelas bertentangan. Hak dan batil tidak akan pernah bertemu bagaikan fatomorgana yang menjanjikan kemuliaan semu. Bagaimana bisa laki2 yang sudah memahami bahwa pacaran itu perbuatan yang dilarang oleh Allah memaksa dengan berbagai alasan agar engkau berbagi dosa dengannya melawan Allah? Lalu yang seperti ini yang bisa menjadi panduan setelah menikah?

Yang tiada takut dosa sebelum menikah, jangan harap ia takut dosa setelah menikah.




Tidak ada komentar: